Sebagai
salah satu bentuk lahan, gambut tentu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.
Gambut sebagai sumberdaya alam berfungsi sebagai
pengatur hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati, tempat budi daya,
dan sumber energi. Selain itu,
gambut
juga memiliki peran besar
sebagai pengendali perubahan iklim global karena kemampuannya dalam menyerap
dan menyimpan cadangan karbon dunia.
1. Pengatur
hidrologi
Kadar air gambut
dapat berdasarkan tingkat kematangannya dibagi tiga kelas, yaitu saprik, hemik
dan fibrik (Notohadiprawiro,
1985). Gambut saprik (< 450 %) adalah gambut yang berada
dalam kondisi pelapukan awal, gambut hemik (450-850%) adalah gambut yang
mengalami tingkat pelapukan pertengahan, sedangkan Gambut fibrik (> 850%) adalah gambut yang
mengalami tingkat pelapukan lanjut (Soil Survey Staff 1999 dan 2010).
Berdasarkan
sifatnya tersebut, gambut memiliki kemampuan sebagai
penambat (reservoir) air tawar yang
cukup besar sehingga dapat menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya
melepaskan air tersebut pada musim kemarau sehingga dapat mencegah intrusi air
laut ke darat. Fungsi gambut sebagai pengatur hidrologi dapat terganggu apabila
mengalami kondisi drainase yang berlebihan karena material ini memiliki sifat
kering tak balik, porositas yang tinggi, dan bobot isi yang rendah. Gambut yang
telah mengalami kekeringan sampai batas kering tak balik, akan memiliki bobot
isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut terbawa air hujan, bentuknya
seperti pasir semu (psedosand), mudah
terbakar, sulit menyerap air kembali, yang artinya kehilangan fungsinya sebagai
tanah.
2. Konservasi
keanakeragaman hayati
Gambut hanya
terdapat di sebagian kecil permukaan bumi. Lahan gambut di dunia diperkirakan
seluas 400 juta ha atau hanya sekitar 3% daratan di permukaan bumi ini
(Lappalainen, 1996). Jumlahnya yang terbatas dan sifatnya yang unik menyebabkan
gambut merupakan habitat unik bagi kehidupan beraneka macam flora dan fauna.
Beberapa macam tumbuhan ternyata hanya dapat hidup dengan baik di lahan gambut,
sehingga apabila lahan ini mengalami kerusakan, dunia akan kehilangan beraneka
macam jenis flora karena tidak mampu tumbuh pada habitat lainnya.
Contoh tumbuhan
spesifik lahan gambut yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah jelutung (Dyera custulata), ramin (Gonystylus bancanus), dan meranti (Shorea sp.), kempas (Koompassia malaccensis), punak (Tetramerista glabra), perepat (Combretocarpus royundatus), pulai rawa (Alstonia pneumatophora), terentang (Campnosperma sp.), bungur (Lagestroemia spesiosa) dan nyatoh (Palaquium sp.) (Tricahyo et al. 2004).
Sedangkan satwa
langka pada habitat ini antara lain buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii), beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus
indicus), mentok rimba (Cairina
scutulata), dan bangau tongtong (Leptoptilos
javanicus) yang merupakan salah satu spesies burung air yang dilindungi, dan
terdaftar dalam Appendix 1CITES, serta masuk dalam kategori Vulnerable dalam Redlist IUCN. Keanekaragaman
hayati yang hidup di habitat lahan gambut merupakan sumber plasma nutfah yang
dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat varietas atau jenis flora dan
fauna komersial sehingga diperoleh komoditas yang tahan penyakit, berproduksi
tinggi atau sifat-sifat menguntungkan lainnya.
3. Penjaga iklim global
Perubahan iklim
merupakan fenomena global yang ditandai dengan berubahnya suhu dan distribusi curah
hujan. Kontributor terbesar bagi terjadinya perubahan tersebut adalah gas-gas
di atmosfer yang sering disebut Gas Rumah Kaca (GRK) seperti karbondioksida (CO2),
metana (CH4), dan Nitrat oksida (N2O) yang konsentrasinya
terus mengalami peningkatan (Murdiyarso & Suryadiputra 2004). Gas-gas
tersebut memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang bersifat
panas sehingga suhu bumi akan semakin panas jika jumlah gas-gas tersebut
meningkat di atmosfer.
Meningkatnya
suhu udara secara global akan merubah peta iklim dunia seperti perubahan
distribusi curah hujan serta arah dan kecepatan angin. Semuanya itu akan
berdampak langsung pada berbagai kehidupan di bumi seperti berkembangnya
penyakit pada hewan, manusia maupun tanaman, perubahan produktivitas tanaman, kekeringan,
banjir dan sebagainya.
Gambut memiliki
kandungan unsur karbon (C) yang sangat besar. Menurut perhitungan Maltby dan
Immirtzi (1993), kandungan karbon yang terdapat dalam gambut di dunia sebesar
329-525 Giga Ton (GT) atau 35% dari total C dunia. Sedangkan gambut di
Indonesia memiliki cadangan karbon sebesar 46 GT (1 GT = 109 ton)
atau 8-14% dari karbon yang terdapat dalam gambut di dunia. Dengan demikian,
gambut memiliki peran yang cukup besar sebagai penjaga iklim global. Apabila
gambut tersebut terbakar atau mengalami kerusakan, materi ini akan mengeluarkan
gas terutama CO2, N2O, dan CH4 ke udara dan
siap menjadi perubah iklim dunia.
4. Sarana budi daya
Pemanfaatan lahan gambut sebagai sarana
budidaya tanaman sudah sejak lama dikenal oleh petani di Indonesia. Mereka
memilih lokasi dengan cara yang cermat, memilih komoditas yang sesuai dan dalam
skala yang masih di dukung oleh alam. Ketika kebutuhan komoditas pertanian
makin besar karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk, terjadi
perluasan areal pertanian secara cepat. Perluasan areal ini sering kurang
memperhatikan daya dukung dan sifat-sifat lahan gambut. Seiring dengan
perencanaan yang kurang matang, terjadi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai
peruntukannya, kurangnya implementasi kaidah-kaidah konservasi lahan dan
penggunaan teknologi yang cenderung kurang tepat. Akibatnya, terjadi kerusakan
dimana-mana dan pengembangan pertanian dan perkebunan di lahan gambut sering mengalami
kegagalan. Sebaliknya, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian atau perkebunan
dalam skala terbatas, dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dan
teknologi yang tepat, terbukti mampu menghasilkan produktivitas yang memadai
dan mensejahterakan petani.
Daftar Pustaka
Lappalainen, 1996. Global Peat
Resources. Finland: International Peat Society. Pp 53-281.
Maltby dan Immirtzi.1993. Carbon dynamics in peatlands and other
wetland soils:Regional and global prespective.Chemosphere.
Notohadiprawiro, T., 1985. Selidik Cepat Ciri Tanah di Lapangan, Ghalia
Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Soil Survey Staff, 1999. Kunci Taksonomi Tanah, Edisi Kedua
Bahasa Indonesia, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Soil
Survey Staff, 2010, Key to Soil Taxonomy,
United States Departement of Agriculture (USDA), National Resources
Conservation Services.
0 komentar:
Posting Komentar