Selasa, 11 Maret 2014

Manfaat Lahan Gambut

Sebagai salah satu bentuk lahan, gambut tentu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Gambut sebagai sumberdaya alam berfungsi sebagai pengatur hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati, tempat budi daya, dan sumber energi. Selain itu, gambut juga memiliki peran besar sebagai pengendali perubahan iklim global karena kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan cadangan karbon dunia.
1.      Pengatur hidrologi
Kadar air gambut dapat berdasarkan tingkat kematangannya dibagi tiga kelas, yaitu saprik, hemik dan fibrik (Notohadiprawiro, 1985). Gambut saprik (< 450 %) adalah gambut yang berada dalam kondisi pelapukan awal, gambut hemik (450-850%) adalah gambut yang mengalami tingkat pelapukan pertengahan, sedangkan Gambut fibrik (> 850%) adalah gambut yang mengalami tingkat pelapukan lanjut (Soil Survey Staff 1999 dan 2010).
Berdasarkan sifatnya tersebut, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat (reservoir) air tawar yang cukup besar sehingga dapat menahan banjir saat musim hujan dan sebaliknya melepaskan air tersebut pada musim kemarau sehingga dapat mencegah intrusi air laut ke darat. Fungsi gambut sebagai pengatur hidrologi dapat terganggu apabila mengalami kondisi drainase yang berlebihan karena material ini memiliki sifat kering tak balik, porositas yang tinggi, dan bobot isi yang rendah. Gambut yang telah mengalami kekeringan sampai batas kering tak balik, akan memiliki bobot isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut terbawa air hujan, bentuknya seperti pasir semu (psedosand), mudah terbakar, sulit menyerap air kembali, yang artinya kehilangan fungsinya sebagai tanah.
2.   Konservasi keanakeragaman hayati
Gambut hanya terdapat di sebagian kecil permukaan bumi. Lahan gambut di dunia diperkirakan seluas 400 juta ha atau hanya sekitar 3% daratan di permukaan bumi ini (Lappalainen, 1996). Jumlahnya yang terbatas dan sifatnya yang unik menyebabkan gambut merupakan habitat unik bagi kehidupan beraneka macam flora dan fauna. Beberapa macam tumbuhan ternyata hanya dapat hidup dengan baik di lahan gambut, sehingga apabila lahan ini mengalami kerusakan, dunia akan kehilangan beraneka macam jenis flora karena tidak mampu tumbuh pada habitat lainnya.
Contoh tumbuhan spesifik lahan gambut yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah jelutung (Dyera custulata), ramin (Gonystylus bancanus), dan meranti (Shorea sp.), kempas (Koompassia malaccensis), punak (Tetramerista glabra), perepat (Combretocarpus royundatus), pulai rawa (Alstonia pneumatophora), terentang (Campnosperma sp.), bungur (Lagestroemia spesiosa) dan nyatoh (Palaquium sp.) (Tricahyo et al. 2004).
Sedangkan satwa langka pada habitat ini antara lain buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii), beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), mentok rimba (Cairina scutulata), dan bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) yang merupakan salah satu spesies burung air yang dilindungi, dan terdaftar dalam Appendix 1CITES, serta masuk dalam kategori Vulnerable dalam Redlist IUCN. Keanekaragaman hayati yang hidup di habitat lahan gambut merupakan sumber plasma nutfah yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat varietas atau jenis flora dan fauna komersial sehingga diperoleh komoditas yang tahan penyakit, berproduksi tinggi atau sifat-sifat menguntungkan lainnya.
3.   Penjaga iklim global
Perubahan iklim merupakan fenomena global yang ditandai dengan berubahnya suhu dan distribusi curah hujan. Kontributor terbesar bagi terjadinya perubahan tersebut adalah gas-gas di atmosfer yang sering disebut Gas Rumah Kaca (GRK) seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan Nitrat oksida (N2O) yang konsentrasinya terus mengalami peningkatan (Murdiyarso & Suryadiputra 2004). Gas-gas tersebut memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang bersifat panas sehingga suhu bumi akan semakin panas jika jumlah gas-gas tersebut meningkat di atmosfer.
Meningkatnya suhu udara secara global akan merubah peta iklim dunia seperti perubahan distribusi curah hujan serta arah dan kecepatan angin. Semuanya itu akan berdampak langsung pada berbagai kehidupan di bumi seperti berkembangnya penyakit pada hewan, manusia maupun tanaman, perubahan produktivitas tanaman, kekeringan, banjir dan sebagainya.
Gambut memiliki kandungan unsur karbon (C) yang sangat besar. Menurut perhitungan Maltby dan Immirtzi (1993), kandungan karbon yang terdapat dalam gambut di dunia sebesar 329-525 Giga Ton (GT) atau 35% dari total C dunia. Sedangkan gambut di Indonesia memiliki cadangan karbon sebesar 46 GT (1 GT = 109 ton) atau 8-14% dari karbon yang terdapat dalam gambut di dunia. Dengan demikian, gambut memiliki peran yang cukup besar sebagai penjaga iklim global. Apabila gambut tersebut terbakar atau mengalami kerusakan, materi ini akan mengeluarkan gas terutama CO2, N2O, dan CH4 ke udara dan siap menjadi perubah iklim dunia.
4.   Sarana budi daya
Pemanfaatan lahan gambut sebagai sarana budidaya tanaman sudah sejak lama dikenal oleh petani di Indonesia. Mereka memilih lokasi dengan cara yang cermat, memilih komoditas yang sesuai dan dalam skala yang masih di dukung oleh alam. Ketika kebutuhan komoditas pertanian makin besar karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk, terjadi perluasan areal pertanian secara cepat. Perluasan areal ini sering kurang memperhatikan daya dukung dan sifat-sifat lahan gambut. Seiring dengan perencanaan yang kurang matang, terjadi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai peruntukannya, kurangnya implementasi kaidah-kaidah konservasi lahan dan penggunaan teknologi yang cenderung kurang tepat. Akibatnya, terjadi kerusakan dimana-mana dan pengembangan pertanian dan perkebunan di lahan gambut sering mengalami kegagalan. Sebaliknya, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian atau perkebunan dalam skala terbatas, dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dan teknologi yang tepat, terbukti mampu menghasilkan produktivitas yang memadai dan mensejahterakan petani.
Daftar Pustaka
Lappalainen, 1996. Global Peat Resources. Finland: International Peat Society. Pp 53-281.
Maltby dan Immirtzi.1993. Carbon dynamics in peatlands and other wetland soils:Regional and global prespective.Chemosphere.
Notohadiprawiro, T., 1985. Selidik Cepat Ciri Tanah di Lapangan, Ghalia Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Soil Survey Staff, 1999. Kunci Taksonomi Tanah, Edisi Kedua Bahasa Indonesia, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Soil Survey Staff, 2010, Key to Soil Taxonomy, United States Departement of Agriculture (USDA), National Resources Conservation Services.


0 komentar:

Posting Komentar