• This is Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

  • This is Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and replace these sentences with your own words. This is a Blogger template by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com...

Kamis, 30 Mei 2013

Masyarakat Tradisional dan Sistem Pengetahuannya (Bagian 2)

Pengetahuan masyarakat lokal tentang lingkungannya berkembang dari pengalaman sehari-hari. Dari sistem pengetahuan ini kebudayaan mereka terus beradapatasi dan berkembang agar mampu menjawab persoalan-persoalan yang muncul. Berbagai tradisi, upacara adat, dan tindakan sehari-hari mereka mengandung makna yang dalam atas hubungan mereka dengan lingkungannya. Konservasi tradisional, yang didasari nilai-nilai dan kearifan lingkungan, terbukti mampu mempertahankan kehidupan mereka selama berabad-abad di lingkungan lokal mereka hidup. Hal ini menjadi sangat relevan dan penting diungkapkan di- tengah pergulatan kita mencari pemecahan atas persoalan-persoalan lingkungan, khususnya kerusakan sumber daya alam, yang muncul sebagai dampak pembangunan yang beorientasi pada pertumbuhan ekonomi (Nababan 1995).
Prinsip-prinsip konservasi yang telah mengkristal dalam berbagai bentuk kearifan tradisional, telah mengakar dan berkembang pada berbagai bentuk praktek yang diterapkan masyarakat tersebut. Kaidah-kaidah konservasi alam diadaptasi dari pengalaman mereka menyelaraskan diri dengan alam. Pengalaman-pengalaman tersebut kemudian dihimpun dan disebarluaskan kepada seluruh anggota masyarakat untuk dijadikan pedoman dan bagi pelanggarnya diberlakukan sanksi, sehingga lama kelamaan menjadi tradisi dan tata nilai kehidupan mereka (Wiratno 2004).
Menurut Nababan (1995) kebudayaan-kebudayaan tradisional, khususnya dalam hal pengelolaan sumberdaya alam secara tradisional telah memiliki prinsip-prinsip konservasi diantaranya:
  1. Rasa hormat yang mendorong keselarasan (harmoni) hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Dalam hal ini masyarakat tradisional lebih condong memandang dirinya sebagai bagaian dari alam itu sendiri.
  2. Rasa memiliki yang esklusif bagi komonitas atas suatu kawasan atau sumberdaya alam tertentu sebagai hak kepemilikan bersama (communal property resource). Rasa memiliki ini mengikat semua warga untuk menjaga dan mengamankan sumberdaya bersama ini dari pihak luar.
  3. Sistem pengetahuan masyarakat setempat (local knowledge system) yang memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas.
  4. Daya adaptasi dalam penggunaan teknologi sederhana yang tepat guna dan hemat (include) energi sesuai dengan kondisi alam setempat.
  5. Sistem alokasi dan penegakan aturan-aturan adat yang bisa mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun masyarakat luar (pendatang). Dalam hal ini masyarakat tradisional sudah memiliki pranata dan hukum adat yang mengatur semua aspek kehidupan bermasyarakat dalam suatu kesatuan sosial tertentu
  6. Mekanisme pemerataan (distribusi) hasil “panen” atas sumberdaya milik bersama yang dapat mencegah munculnya kesenjangan berlebih di dalam masyarakat tradisional. Tidak adanya kecemburuan atau kemarahan sosial akan mencegah pencurian atau penggunaan sumberdaya di luar aturan adat yang berlaku.


Daftar Pustaka
Adimihardja, K. 1996. Kebudayaan dan Lingkungan. Studi Bibliografi. Ilham Jaya Bandung
Kartikawati, S.M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis pada Sekolah Pascasarjana IPB.Bogor
Nababan, A. 1995. Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungang Hidup di Indonesia. Analisis CSIS. TH. XXIV, No.6 Edisi November – Desember. Hal 421-435
Wiratno, Indriyo D, Syarifudin A, Kartikasari A. 2004. Berkaca di Cermin Retak ;Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. The Gibbon Fondation Indonesia, PILI-Ngo Movement. Jakarta 

Masyarakat Tradisional dan Sistem Pengetahuannya (Bagian 1)

Sistem pengetahuan yang merupakan salah satu unsur kebudayaan muncul dari pengalaman-pengalaman individu yang disebabkan oleh adanya interaksi diantara mereka dalam menanggapi lingkungannya. Pengalaman itu diabstraksikan menjadi konsep-konsep, pendirian-pendirian, dan pedoman-pedoman tingkah laku bermasyarakat (Adimihardja 1996).
Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasikan baik hasil pengamatan maupun pengalaman, sehingga bisa digunakan untuk meramal atau sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Kartikawati 2004). Istilah traditional knowledge atau pengetahuan tradisional mencakup pengetahuan, inovasi, praktek masyarakat adat dan komunitas lokal dalam kehidupan mereka. Pengetahuan tradisional telah berkembang sejak berabad-abad, diwariskan dari generasi selanjutnya secara lisan dan beradaptasi dengan budaya setempat dalam bentuk cerita, lagu, dongeng, nilai budaya, kepercayaan, ritual, adat, bahasa, dan praktek pertanian (Plotkin 1991; Adimihardja 1996).
Secara bahasa, tradisi berarti adat kebiasaan yang turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan masyarakat atau adat yang telah lama dijalankan dan dipengaruhi oleh hukum yang tidak tertulis. Sedangkan tradisional berarti bersifat adat kebiasaaan yang turun temurun. Pengetahuan ini merupakan hasil kreativitas dan uji coba secara terus menerus dengan melibatkan inovasi internal dan pengaruh eksternal dalam usaha menyesuaikan dengan kondisi baru (Adimihardja 1996).
Wiratno (2004) menyatakan bahwa karekteristik yang agak jelas dari masyarakat tradisional adalah bahwa mereka masih menjaga tradisi peninggalan nenek moyangnya, baik dalam hal aturan hubungan antar manusia maupun dengan alam sekitarnya yang mengutamakan keselarasan dan keharmonisan.  Ciri lain yang menonjol dari masyarakat ini adalah tingginya adaptasi sosial budaya serta releginya dengan mekanisme alam dan sekitarnya. Karenanya, mereka juga bukan manusia yang statis, karena sistem pengetahuan mereka juga berkembang selaras dengan dinamika permasalahan serta faktor-faktor eksternal lain yang mereka hadapi.
Masyarakat tradisonal adalah komonitas yang dinamis yang berubah dari waktu ke waktu sebagai suatu proses adaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan lokalnya. Sumber perubahan ini biasanya berupa masuknya pengaruh dari luar, tetapi juga bisa muncul dari dalam masyarakat itu sendiri. Persoalannya adalah apabila pengaruh unsur-unsur luar (lebih tepat disebut: gelombang intervensi) menjadi sedemikan besar sehingga nilai-nilai dan pranata-pranata sosial (adat) tidak mampu lagi mengakomodasikan nilai-nilai dan pranata sosial yang baru yang datang dari luar dalam suatu proses transformasi yang sehat (Nababan 1995).

Etnobotani

Pengertian etnobotani          
Etnobotani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam keperluan kehidupan sehari-hari dan adat suku bangsa. Etnobotani berasal dari dua kata yunani yaitu Ethnos dan botany. Etno berasal dari kata ethnos yang berarti memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan latar belakang yang sama baik dari adat istiadat, karekteristik, bahasa dan sejarahnya, sedangkan botani adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan. Dengan demikian etnobotani berarti kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai studi mengenai pemanfaatan tumbuhan pada suatu budaya tertentu (Martin 1998).
Ruang lingkup
Etnobotani adalah cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumber daya nabati di lingkungannya. Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkungannya, yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk keperluan spiritual dan nilai budaya lainnya. Dengan demikian termasuk kedalamnya adalah pemanfaatan tumbuhan oleh penduduk setempat atau suku bangsa tertentu. Pemanfaatan yang dimaksud disini adalah pemanfaatan baik sebagai bahan obat, sumber pangan, dan sumber kebutuhan hidup manusia lainnya. Sedangkan disiplin ilmu lainnya yang terkait dalam penelitian etnobotani adalah antara lain linguistik, anthropologi, sejarah, pertanian, kedokteran, farmasi dan lingkungan (Suwahyono 1992).
Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dengan etnobotani, yaitu: 1) pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2) penilaian kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3) pendugaan tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial; dan 4) proyek yang bermanfaat untuk memaksimumkan nilai yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber ekologi (Martin 1998).
Daftar Pustaka
Martin, G.J. 1998. Penerjemah Maryati Mohamed. Ethnobotany, A People and Plants Conservation Manual. London (UK): Chapman and Hall
Suwahyono, N, Sudarsono B, Waluyo EB. 1992. Pengelolaan Data Etnobotani Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI, LIPI, Perpustakaan Nasional RI. Bogor. Hal: 8-15